Mengasuh anak pada era milenial sekarang bisa dikatakan bukan lah hal yang mudah. Banyak tantangan yang akan dihadapi oleh para orang tua. Sehingga para orang tua maupun calon orang tua perlu persiapan dalam hal pendidikan, salah satunya adalah ilmu parenting.
Berikut kami paparkan bagaimana cara orang tua mengasuh anak di era milenial seperti sekarang ini yang dilansir dari islami.co.
Bagaimana sih cara orang tua milenial mengasuh anak, apalagi di zaman yang serba cepat seperti ini? Tapi, sebelum ke sana, kita tentu saja harus memahami, ada berbagai alasan mengapa orang memutuskan untuk menikah. Ada yang menikah karena jatuh cinta, dijodohkan orang tua, dikejar usia, kesepian dan berbagai alasan lainnya. Allah SWT berfirman dalam surat Az-Zariyat: 49
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“… dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.
Ajaran Islam jelas menetapkan pernikahan adalah sebuah bentuk ibadah dan dalam pernikahan terdapat misi mulia manusia untuk melahirkan keturunan, regenerasi dan melanjutkan peradaban sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Syura:11
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“(Allah) pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan cara itu….Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Binatang ternak berpasangan untuk berkembang biak, manusiapun demikian. Tidak lain karena manusia diberi tugas oleh-Nya untuk membangun peradaban, yaitu manusia diberi tugas untuk menjadi khalifah di dunia ini (Quraish Shihab, 2007).
Dalam percakapan-percakapan dengan berbagai pasangan, jarang saya mendengar alasan utama menikah adalah untuk memiliki anak. Namun secara sadar, pasangan-pasangan ini memandang bahwa pernikahan akan menjadi satu paket dengan kelahiran anak. Bukankah tujuan pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan? Masalahnya pemahaman untuk melanjutkan keturunan hanya berhenti pada ide untuk memiliki anak.
Sangat sedikit pasangan yang akan menikah berpikir tentang bagaimana membesarkan dan mendidik anak. Sebagian besar orang berpikir melahirkan anak, membesarkan dan mendidiknya adalah proses alamiah. Memang benar bahwa proses mengandung dan melahirkan adalah proses alamiah, namun tidak demikian dengan proses membesarkan, merawat dan mendidiknya.
Sebagian besar pasangan berpikir bahwa mengasuh anak adalah kewajiban utama ibu saja sehingga menyepelekan peran ayah untuk mengasuh dan mendidik anak, padahal fungsi dan peran seimbang ibu dan ayah sangat penting untuk pembentukan karakter anak.
Orang tua perlu memiliki pemahaman dan keterampilan khusus tentang hal-hal yang berkaitan dengan pola asuh dan mendidik anak terlebih dalam era millenial saat ini. Tantangannya tentu berbeda dengan old generation dimana teknologi internet dan digital belum lahir. Akibatnya orang tua generasi pertama peradaban millenial ini tentu saja belajar dari trial and error untuk menyelaraskan pola asuhnya dengan perubahan zaman. Sungguh bukan suatu pekerjaan mudah.
Ada banyak petuah-petuah di masa lampau yang sudah tidak lagi relevan bagi Generasi Jaman Now. Misalnya jika dulu kita dinasihati orang tua kita untuk harus sudah berada di rumah saat waktu Maghrib tiba, sekarang ini Generasi Jaman Now, malah bisa tidak keluar rumah atau keluar kamar kamar sehari semalam namun berkutat terus dengan gadgetnya sehingga melupakan kewajiban sosialnya.
Kalau orang tua jaman dulu sering marah karena anaknya pulang dengan badan penuh lumpur karena main di rawa atau sawah dengan teman-temannya, hari ini banyak orang tua yang mengantarkan anaknya ke tempat terapi karena anaknya tidak mampu untuk bersosialisasi.
Pertanyaannya, apakah para orang tua yang hidup di Jaman Millenial ini dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan pola asuh sesuai dengan tantangan jaman? Saya rasa jawabannya, belum.
Bukan berarti tidak ada informasi yang dapat diakses, sebaliknya orang tua Jaman Now dibanjiri informasi yang pada akhirnya seringkali membingungkan dan malah salah jalan. Karena panduan orang secara umum sudah bukan lagi literatur, kitab suci ataupun sumber-sumber ilmiah lainnya melainkan Mbah Google.
Pada poin dimana informasi dapat diperoleh dengan sangat mudah, justru orang tua harus belajar menyeleksi informasi dan mengambil keputusan untuk menerapkan pola asuh yang paling tepat bagi anak dan keluarganya.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana orang tua bisa mendapatkan informasi, pengetahuan dan keterampilan agar dapat menerapkan pola asuh sesuai dengan perkembangan jaman? Wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah “Iqra! Bacalah!”.
Sejak berabad-abad lampau telah disuratkan dalam Qur’an surat Al-Alaq : 1-5 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari a’laq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Jika kita menarik kesimpulan bahwa manusia diperintahkan untuk selalu belajar, maka orang tua Muslim Millenial wajib untuk belajar dari berbagai sumber dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Qur’an dan Hadits serta Ijma’ ulama agar dapat belajar menjadi orang tua yang ideal. Wallahu a’lam bishawab.
Berikut kami paparkan bagaimana cara orang tua mengasuh anak di era milenial seperti sekarang ini yang dilansir dari islami.co.
Bagaimana sih cara orang tua milenial mengasuh anak, apalagi di zaman yang serba cepat seperti ini? Tapi, sebelum ke sana, kita tentu saja harus memahami, ada berbagai alasan mengapa orang memutuskan untuk menikah. Ada yang menikah karena jatuh cinta, dijodohkan orang tua, dikejar usia, kesepian dan berbagai alasan lainnya. Allah SWT berfirman dalam surat Az-Zariyat: 49
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“… dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.
Ajaran Islam jelas menetapkan pernikahan adalah sebuah bentuk ibadah dan dalam pernikahan terdapat misi mulia manusia untuk melahirkan keturunan, regenerasi dan melanjutkan peradaban sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Syura:11
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“(Allah) pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan cara itu….Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Binatang ternak berpasangan untuk berkembang biak, manusiapun demikian. Tidak lain karena manusia diberi tugas oleh-Nya untuk membangun peradaban, yaitu manusia diberi tugas untuk menjadi khalifah di dunia ini (Quraish Shihab, 2007).
Dalam percakapan-percakapan dengan berbagai pasangan, jarang saya mendengar alasan utama menikah adalah untuk memiliki anak. Namun secara sadar, pasangan-pasangan ini memandang bahwa pernikahan akan menjadi satu paket dengan kelahiran anak. Bukankah tujuan pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan? Masalahnya pemahaman untuk melanjutkan keturunan hanya berhenti pada ide untuk memiliki anak.
Sangat sedikit pasangan yang akan menikah berpikir tentang bagaimana membesarkan dan mendidik anak. Sebagian besar orang berpikir melahirkan anak, membesarkan dan mendidiknya adalah proses alamiah. Memang benar bahwa proses mengandung dan melahirkan adalah proses alamiah, namun tidak demikian dengan proses membesarkan, merawat dan mendidiknya.
Sebagian besar pasangan berpikir bahwa mengasuh anak adalah kewajiban utama ibu saja sehingga menyepelekan peran ayah untuk mengasuh dan mendidik anak, padahal fungsi dan peran seimbang ibu dan ayah sangat penting untuk pembentukan karakter anak.
Orang tua perlu memiliki pemahaman dan keterampilan khusus tentang hal-hal yang berkaitan dengan pola asuh dan mendidik anak terlebih dalam era millenial saat ini. Tantangannya tentu berbeda dengan old generation dimana teknologi internet dan digital belum lahir. Akibatnya orang tua generasi pertama peradaban millenial ini tentu saja belajar dari trial and error untuk menyelaraskan pola asuhnya dengan perubahan zaman. Sungguh bukan suatu pekerjaan mudah.
Ada banyak petuah-petuah di masa lampau yang sudah tidak lagi relevan bagi Generasi Jaman Now. Misalnya jika dulu kita dinasihati orang tua kita untuk harus sudah berada di rumah saat waktu Maghrib tiba, sekarang ini Generasi Jaman Now, malah bisa tidak keluar rumah atau keluar kamar kamar sehari semalam namun berkutat terus dengan gadgetnya sehingga melupakan kewajiban sosialnya.
Kalau orang tua jaman dulu sering marah karena anaknya pulang dengan badan penuh lumpur karena main di rawa atau sawah dengan teman-temannya, hari ini banyak orang tua yang mengantarkan anaknya ke tempat terapi karena anaknya tidak mampu untuk bersosialisasi.
Peradaban berubah, tantangan pola asuh juga berubah.
Pertanyaannya, apakah para orang tua yang hidup di Jaman Millenial ini dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan pola asuh sesuai dengan tantangan jaman? Saya rasa jawabannya, belum.
Bukan berarti tidak ada informasi yang dapat diakses, sebaliknya orang tua Jaman Now dibanjiri informasi yang pada akhirnya seringkali membingungkan dan malah salah jalan. Karena panduan orang secara umum sudah bukan lagi literatur, kitab suci ataupun sumber-sumber ilmiah lainnya melainkan Mbah Google.
Pada poin dimana informasi dapat diperoleh dengan sangat mudah, justru orang tua harus belajar menyeleksi informasi dan mengambil keputusan untuk menerapkan pola asuh yang paling tepat bagi anak dan keluarganya.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana orang tua bisa mendapatkan informasi, pengetahuan dan keterampilan agar dapat menerapkan pola asuh sesuai dengan perkembangan jaman? Wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah “Iqra! Bacalah!”.
Sejak berabad-abad lampau telah disuratkan dalam Qur’an surat Al-Alaq : 1-5 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari a’laq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Jika kita menarik kesimpulan bahwa manusia diperintahkan untuk selalu belajar, maka orang tua Muslim Millenial wajib untuk belajar dari berbagai sumber dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Qur’an dan Hadits serta Ijma’ ulama agar dapat belajar menjadi orang tua yang ideal. Wallahu a’lam bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar